Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat
.: Home > Artikel

Homepage

SEMANGAT MENUNTUT ILMU DAN SABAR DALAM BERDAKWAH

.: Home > Artikel > Pimpinan Pusat
07 Juni 2017 15:43 WIB
Dibaca: 2858
Penulis : Sukarta, M.Pd.I

  Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).

            Surat Al ‘Ashr merupakan sebuah surat dalam Al Qur’an yang banyak dihafal oleh kaum muslimin karena pendek dan mudah dihafal. Meskipun surat ini pendek, akan tetapi memiliki kandung makna yang sangat banyak. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,”Seandainya Allah tidak menurunkan suatu hujjah kepada manusia kecuali surat ini, niscaya surat ini telah mencukupi untuk mereka”.

 

Iman Belum Sempurna Tanpa Ilmu

            Dalam surat ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kerugian yang dimaksud misalnya keadaan manusia yang merugi di dunia dan di akhirat, tidak mendapatkan kenikmatan, dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka (Kitab Taisiir Karimir Rohmaan). Kemudian Allah Ta’ala mengecualikan hamba-Nya yang memenuhi empat sifat yang Allah jelaskan.

            Yang pertama, yaitu beriman kepada Allah. Dan keimanan ini tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu. 

            Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam masalah-masalah agamanya, seperti pokok-pokok keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah). Imam Ahmad rahimahullah berkata,”Wajib hukumnya untuk menuntut ilmu yang dengan ilmu itu seseorang dapat menegakkan agamanya”. Beliau ditanya,”Seperti apa misalnya?”. Beliau menjawab,”Sesuatu yang wajib dia ketahui, seperti yang berkaitan dengan shalat, puasa, dan masalah-masalah lainnya”. 

            Maka merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari hal-hal yang wajib dia lakukan dalam agamanya, misalnya yang berkaitan dengan akidah, ibadah, dan muamalah. Dia juga harus bertanya kepada para ulama  dan tidak boleh berpaling dari wahyu yang telah Allah turunkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

            Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmu tersebut kepada manusia. Beliau bersabda,"Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat " (HR. Bukhori dan Muslim).

Karena pentingnya ilmu sya’i ini, sampai-sampai AllahTa'ala memerintahkan Rasul-Nya untuk berdoa dan memintakepada-Nya berupa ilmu yang bermanfaat. Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya yang artinya,"Dan katakanlah,‘Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu’". (QS. Thoha : 114). Allah tidaklah memerintahkan beliau untuk berdoa meminta tambahan sesuatu kecuali ilmu syar’i. Dan tidaklah hal ini  diperintahkan kecuali karena keutamaan ilmu syar’i dan kemuliaannya sehingga Allah meninggikan derajatnya di sisi-Nya.

 

Mengamalkan Ilmu

            Seseorang tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya,  seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya. Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata,”Belajarlah ilmu.  Apabila sudah tahu, maka amalkanlah”.

Oleh karena itu, betapa indahnya perkataan Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah,”Seseorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim”. Perkaataan ini mengandung makna yang dalam, karena apabila seseorang memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya, maka dia adalah orang yang bodoh. Hal ini karena tidak ada perbedaan antara dia dan orang yang bodoh. Maka seseorang yang berilmu tidaklah menjadi seorang alim yang sebenarnya sampai dia mengamalkan ilmunya.

            Hendaklah seorang muslim mengetahui pentingnya mengamalkan ilmunya. Karena seseorang yang tidak mengamalkan ilmunya maka ilmu tersebut akan berbalik menghujat dirinya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang empat hal, di antaranya tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan darinya” (HR. Tirmizi, hasan shahih).

            Semua orang yang belajar ilmu syar’i dengan tujuan bukan untuk mengamalkannya akan diharamkan baginya keberkahan ilmu, kemuliaannya, dan pahalanya yang agung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dari tidak mengamalkan ilmu dengan sabdanya,”Perumpamaan orang yang mengajari orang lain kebaikan, tetapi melupakan dirinya (tidak mengamalkannya), bagaikan lilin yang menerangi manusia sementara dirinya sendiri terbakar” [HR. Thabrani].     

 

Berdakwah kepada Allah

            Berdakwah, mengajak manusia kepada Allah Ta’ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Ketika seseorang telah mengetahui kebenaran, hendaklah dia berusaha menyelamatkan saudara-saudaranya dengan mengajak mereka kepada agama Allah dan menyebarkan kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Bergeraklah perlahan-lahan sehingga kamu tiba di wilayah mereka. Kemudian ajaklah mereka masuk Islam. Beritahulah mereka tentang hak Allah yang wajib mereka tunaikan dalam Islam. Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta yang merah-merah” (HR. Bukhori dan Muslim).

            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim).

            Realita masyarakat kita sekarang ini menunjukkan bahwa kesyirikan terjadi di mana-mana, bid’ah telah merajalela, dan maksiat tersebar sampai ke pelosok-pelosok negeri. Mereka membutuhkan dakwah kita, dakwah yang menyeru kepada tauhidullah, menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan ibadah semata dan tidak menujukan ibadah kepada selain Allah.  Berapa banyak di antara masyarakat kita yang masih percaya kepada dukun, paranormal dan ramalan bintang?

            Dan seseorang yang berdakwah harus memiliki ilmu tentang syariat Allah Ta’ala sehingga dakwah yang dilakukannya tegak di atas landasan ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata).  Ilmu yang dibutuhkan untuk berdakwah bukanlah ilmu syar’i saja, akan tetapi mencakup ilmu tentang syari’at Allah, ilmu tentang keadaan orang-orang yang didakwahi, dan ilmu tentang metode agar dakwah itu sampai. Inilah hikmah dalam berdakwah.

 

Bersabar dalam Dakwah    

            Masalah keempat dari empat perkara tersebut adalah bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika menyeru ke jalan Allah Ta’ala. Hendaklah seorang da’i bersabar atas gangguan yang dia dapatkan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya,”Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka” (QS. Al-An’am : 34).

            Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus sabar atas segala penghalang dakwahnya dan sabar terhadap gangguan yang ia dapati. Allah Ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya yang artinya,”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman :17).

Pada akhir tafsir surat Al ‘Ashr ini dapat disimpulkan: ”Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (dakwah dan sabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat-empatnya, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar” Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal ini sehingga kita dapat memperoleh keuntungan yang besar di dunia ini, dan lebih-lebih di akhirat kelak. Amiin.

Sukarta, M.Pd.I

Ketua Majelis Tabligh PWM NTB


Tags: MENUNTUTILMU , SABARDALAMBERDAKWAH , MajelisTabligh
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website